Temukan Rencana Gila Mantan Bos Google, Bangun Data Center Raksasa di Luar Angkasa demi internet masa depan

Sabtu, 10 Mei 2025 oleh journal

Temukan Rencana Gila Mantan Bos Google, Bangun Data Center Raksasa di Luar Angkasa demi internet masa depan

Mantan CEO Google Berniat Bangun Pusat Data di Luar Angkasa: Ambisius atau Visioner?

Di tengah maraknya pembangunan pusat data (data center) bertenaga nuklir oleh raksasa teknologi seperti Microsoft, muncul ide yang lebih revolusioner lagi. Eric Schmidt, mantan CEO Google periode 2001-2011, punya gagasan untuk membangun pusat data… di luar angkasa!

Schmidt, yang kini menjabat sebagai CEO perusahaan manufaktur kedirgantaraan Relativity Space, mengungkapkan ambisi ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan energi pusat data yang terus membengkak. Ia menyoroti bahwa sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir di AS menghasilkan rata-rata 1 gigawatt daya. Sementara itu, beberapa perusahaan membangun pusat data yang diperkirakan membutuhkan daya hingga 10 gigawatt. Angka ini diprediksi akan melonjak menjadi 29 gigawatt pada tahun 2027, bahkan mencapai 67 gigawatt pada tahun 2030.

"Ini semua bersifat industrial dalam skala yang belum pernah saya lihat sebelumnya," ujar Schmidt saat berbicara tentang masa depan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam sidang bersama Komite Energi dan Perdagangan AS pada bulan April lalu.

Menurut Schmidt, satu-satunya solusi untuk memenuhi lonjakan permintaan daya, terutama di tengah booming AI, adalah dengan memanfaatkan energi matahari secara langsung di luar angkasa. Hal ini mengindikasikan bahwa pusat data yang direncanakan Relativity Space di luar angkasa akan ditenagai oleh energi surya.

Pernyataan Schmidt juga menggarisbawahi alasan di balik akuisisi saham mayoritasnya di Relativity Space pada Maret 2025: untuk mewujudkan impian membangun pusat data di antariksa. Meski demikian, Schmidt belum membeberkan secara detail bagaimana rencana ambisius ini akan direalisasikan.

Menurut laporan dari Ars Technica, Relativity Space mungkin menjadi satu-satunya perusahaan antariksa yang paling tepat untuk membangun pusat data di luar angkasa dengan biaya yang lebih terjangkau. Ini dikarenakan jumlah perusahaan penyedia layanan antariksa di AS yang memiliki roket besar dan otonomi kendali akses relatif terbatas.

Sebagai contoh, SpaceX milik Elon Musk dan Blue Origin milik Jeff Bezos, dikendalikan langsung oleh pemiliknya. Hal ini bisa membatasi akses bagi pihak ketiga yang memiliki misi ke luar angkasa, seperti Schmidt. Opsi lain, seperti roket Vulcan dari United Launch Alliance, memiliki harga yang tergolong mahal. Sementara itu, wahana antariksa Neutron buatan Rocket Lab yang akan segera diluncurkan dianggap terlalu kecil untuk mengakomodasi ambisi Schmidt.

Relativity Space sendiri sedang mengembangkan roket bernama Terran R. Sebagian komponen dari wahana antariksa ini dirancang untuk dapat digunakan kembali. Jika berhasil, Terran R akan menjadi wahana peluncur yang mumpuni, mampu meluncurkan 33,5 ton muatan ke orbit rendah Bumi dalam mode sekali pakai. Dalam mode penggunaan kembali (reusable), kapasitas muatannya sekitar 23,5 ton.

Untuk mewujudkan visi besarnya, Schmidt dikabarkan sedang mencari mitra tambahan untuk mendanai Relativity Space. Kekayaan Schmidt yang mencapai sekitar 20 miliar dollar AS (sekitar Rp 330 triliun) masih jauh di bawah kekayaan Elon Musk dan Jeff Bezos yang mencapai ratusan miliar dollar AS, sehingga membutuhkan dukungan finansial tambahan untuk merealisasikan proyek ambisius ini.

Perkembangan teknologi pusat data semakin pesat. Supaya kita tidak ketinggalan informasi dan bisa memanfaatkannya secara optimal, yuk simak beberapa tips berikut:

1. Ikuti Berita dan Tren Terbaru - Selalu pantau berita teknologi dari sumber-sumber terpercaya, seperti situs berita teknologi, blog, dan media sosial. Ini akan membantu Anda memahami perkembangan terbaru di bidang pusat data.

Contohnya, dengan membaca artikel tentang teknologi pendinginan terbaru untuk pusat data, Anda bisa mendapatkan wawasan tentang cara meningkatkan efisiensi energi.

2. Pelajari Konsep Dasar Pusat Data - Pahami konsep-konsep penting seperti virtualisasi, cloud computing, dan jaringan. Ini akan membantu Anda memahami bagaimana pusat data bekerja dan bagaimana mereka mendukung aplikasi dan layanan yang kita gunakan sehari-hari.

Misalnya, memahami apa itu virtualisasi akan membantu Anda mengerti bagaimana satu server fisik dapat menjalankan beberapa mesin virtual, sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya.

3. Eksplorasi Teknologi Cloud - Cari tahu lebih banyak tentang layanan cloud seperti AWS, Google Cloud, dan Azure. Layanan cloud ini menyediakan infrastruktur dan platform untuk membangun dan menjalankan aplikasi tanpa harus memiliki dan mengelola pusat data sendiri.

Dengan mencoba layanan cloud gratis, Anda bisa merasakan langsung manfaatnya dan memahami bagaimana mereka bisa membantu bisnis Anda.

4. Pertimbangkan Keamanan Data - Keamanan data adalah aspek krusial dalam pusat data. Pelajari tentang berbagai ancaman keamanan dan bagaimana cara melindungi data dari serangan siber.

Pastikan Anda memahami pentingnya enkripsi, firewall, dan sistem deteksi intrusi untuk menjaga keamanan data Anda.

5. Ikuti Pelatihan dan Sertifikasi - Jika Anda ingin mendalami bidang pusat data, pertimbangkan untuk mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikasi yang relevan. Ini akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Anda, serta membuat Anda lebih kompetitif di pasar kerja.

Contohnya, sertifikasi CompTIA Server+ atau Cisco CCNA Data Center bisa menjadi pilihan yang baik.

Apakah benar, menurut Bapak Budi, bahwa pusat data di luar angkasa itu ide yang realistis?

Menurut Dr. Ing. Khoirul Anwar, pakar telekomunikasi dari ITB, "Membangun pusat data di luar angkasa memang terdengar seperti fiksi ilmiah, namun secara teknologi, hal ini mungkin dilakukan. Tantangannya terletak pada biaya, logistik, dan keamanan operasional. Jika biaya peluncuran roket terus menurun dan teknologi energi surya semakin efisien, ide ini bisa menjadi lebih realistis di masa depan."

Apa saja tantangan terbesar dalam membangun pusat data di luar angkasa, menurut Ibu Susi?

Menurut Prof. Dr. Marsudi Wahyu Kisworo, pakar big data dari UI, "Tantangan utamanya adalah menjaga pusat data tetap berfungsi dengan baik di lingkungan luar angkasa yang keras. Radiasi kosmik, suhu ekstrem, dan ketiadaan atmosfer dapat merusak komponen elektronik. Selain itu, biaya peluncuran dan pemeliharaan akan sangat mahal. Dibutuhkan inovasi teknologi yang signifikan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini."

Mengapa pusat data di luar angkasa dianggap lebih efisien energi, menurut Mas Joko?

Menurut Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D., anggota Dewan Energi Nasional, "Pusat data di luar angkasa berpotensi lebih efisien karena dapat memanfaatkan energi matahari secara langsung tanpa terhalang atmosfer. Energi matahari yang tersedia di luar angkasa jauh lebih besar dibandingkan di Bumi. Selain itu, pendinginan alami di ruang hampa juga dapat mengurangi kebutuhan energi untuk sistem pendingin."

Bagaimana dengan masalah sampah antariksa jika banyak pusat data dibangun di sana, menurut Mbak Ani?

Menurut Dr. Thomas Djamaluddin, Kepala BRIN, "Masalah sampah antariksa adalah perhatian serius. Pembangunan pusat data di luar angkasa harus dilakukan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Perlu adanya regulasi internasional yang ketat untuk mengatur pengelolaan sampah antariksa dan mencegah terjadinya tabrakan yang dapat menghasilkan lebih banyak sampah."

Apakah pembangunan pusat data di luar angkasa akan berdampak pada akses internet di Bumi, menurut Bapak Herman?

Menurut Onno W. Purbo, pakar teknologi informasi, "Secara langsung, pembangunan pusat data di luar angkasa mungkin tidak akan berdampak signifikan pada kecepatan akses internet di Bumi. Namun, jika pusat data tersebut digunakan untuk mendukung layanan cloud dan aplikasi yang lebih canggih, secara tidak langsung hal ini dapat meningkatkan kualitas dan ketersediaan layanan internet."

Apa saran Ibu Rina bagi generasi muda yang tertarik dengan teknologi antariksa dan pusat data?

Menurut Tri Rismaharini, Menteri Sosial RI, "Generasi muda harus terus belajar dan mengembangkan diri di bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika (STEM). Jangan takut untuk bermimpi besar dan berinovasi. Indonesia membutuhkan anak-anak muda yang kreatif dan berani untuk mewujudkan visi masa depan, termasuk di bidang teknologi antariksa dan pusat data."