Temukan Senjata Baru China Diluncurkan Ancam Dominasi AS Mengubah Peta Kekuatan Dunia
Senin, 19 Mei 2025 oleh journal
China Unjuk Gigi: 'Senjata' Baru di Luar Angkasa Siap Geser Dominasi AS?
Jakarta, CNBC Indonesia - Persaingan teknologi luar angkasa antara China dan Amerika Serikat semakin memanas. China baru saja meluncurkan serangkaian satelit canggih yang dirancang untuk membentuk jaringan komputer raksasa di orbit. Langkah ini bukan sekadar memperkuat komunikasi dan penginderaan, tapi juga membuka era baru di mana satelit dapat memproses data secara mandiri, tanpa bergantung pada infrastruktur di Bumi.
China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC) mengumumkan bahwa 12 satelit berhasil diluncurkan dari Pusat Peluncuran Satelit Jiuquan, China Utara, menggunakan roket Long March 2D pada 14 Mei 2025. Peluncuran ini menandai dimulainya program ambisius bernama "Star Computing," yang bertujuan membangun pusat komputasi berbasis luar angkasa.
"Misi peluncuran ini sukses besar dan menempatkan konstelasi satelit komputasi luar angkasa ke orbit yang telah ditentukan," demikian pernyataan resmi CASC, seperti dikutip Newsweek, Minggu (18/5/2025). "Ini adalah konstelasi pertama dari program 'Star Computing'."
Apa yang Membuat 'Star Computing' Istimewa?
Berbeda dengan satelit konvensional yang mengirimkan data kembali ke Bumi untuk diproses, konstelasi baru ini akan memproses data langsung di orbit. Hal ini tidak hanya menghilangkan kebutuhan akan sistem pendingin kompleks seperti pusat data di darat, tetapi juga mengurangi risiko gangguan dari infrastruktur fisik di Bumi. Selain efisiensi energi, sistem ini juga menawarkan keuntungan strategis militer yang signifikan dalam situasi konflik.
Satelit-satelit ini dikembangkan oleh Guoxing Aerospace Corporation, sebuah perusahaan teknologi luar angkasa China. Mereka dirancang untuk saling terhubung menggunakan teknologi laser, membentuk jaringan komputasi canggih dan independen. Surat kabar resmi Kementerian Sains dan Teknologi China, ST Daily, melaporkan bahwa China menargetkan pembangunan 2.800 satelit untuk jaringan ini.
"Pembangunan konstelasi pertama akan menciptakan jaringan komputasi masa depan... memenuhi kebutuhan yang berkembang untuk komputasi waktu nyata di luar angkasa, serta membantu negara memimpin dalam pembangunan infrastruktur komputasi global berbasis luar angkasa," tulis ST Daily.
ST Daily menambahkan, "Ini akan menempatkan China pada posisi dominan dalam industri masa depan dan mendorong terobosan kecerdasan buatan dari darat hingga ke orbit."
AS Waspada, Persaingan Semakin Sengit
Langkah agresif China ini tentu saja menjadi perhatian serius bagi Amerika Serikat. AS tengah menghadapi persaingan ketat dalam teknologi luar angkasa, komputasi berkecepatan tinggi, dan kecerdasan buatan (AI). Laporan terbaru menyebutkan bahwa satelit militer AS sempat "mengintai" satelit-satelit China, menunjukkan betapa panasnya persaingan di luar atmosfer.
Selain itu, proyek luar angkasa China di Amerika Latin juga memicu kekhawatiran strategis di kalangan militer AS. Seorang jenderal tinggi AS bahkan memperingatkan tentang meningkatnya pengaruh China di kawasan tersebut melalui jalur luar angkasa.
Perbandingan dengan Starlink
Dibandingkan dengan Starlink milik Elon Musk, yang memiliki lebih dari 6.750 satelit aktif per akhir Februari 2025, jumlah satelit China memang masih lebih sedikit. Namun, China menekankan bahwa tujuan mereka bukan sekadar membangun jaringan komunikasi, melainkan sistem komputasi orbit berbasis AI yang jauh lebih kompleks dan otonom. Starlink sendiri diproyeksikan berkembang hingga lebih dari 30.000 satelit dalam beberapa tahun mendatang.
Jonathan McDowell, astrofisikawan dari Harvard University, menyatakan bahwa pendekatan China memiliki keuntungan besar dalam efisiensi energi. "Pusat data orbital dapat menggunakan tenaga surya dan membuang panasnya ke luar angkasa, sehingga mengurangi kebutuhan energi dan jejak karbon," ujarnya, seperti dikutip South China Morning Post. "Peluncuran hari ini merupakan uji terbang substansial pertama dari bagian jaringan dalam konsep ini."
Dengan peluncuran perdana ini, China diperkirakan akan mempercepat penelitian dan pengembangan teknologi orbit yang lebih kompleks. Ambisi utamanya adalah mengungguli Amerika Serikat dalam teknologi luar angkasa, kecerdasan buatan, dan komputasi berkecepatan tinggi—tiga bidang yang menjadi inti persaingan geopolitik dan ekonomi global saat ini.
Meskipun belum ada tanggapan resmi dari United States Space Force atas peluncuran ini, pelaku industri dan kalangan militer di kedua negara dipastikan akan terus mengamati perkembangan Star Computing dan dampaknya terhadap konstelasi strategis di orbit Bumi.
Persaingan teknologi luar angkasa antara China dan Amerika Serikat memang menarik untuk diikuti. Tapi, bagaimana kita bisa memahami dinamika ini dengan lebih baik? Berikut beberapa tips yang bisa kamu terapkan:
1. Ikuti Berita Teknologi Terpercaya - Jangan hanya membaca berita dari satu sumber. Bandingkan informasi dari berbagai media terpercaya untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan objektif. Contohnya, baca berita dari CNBC Indonesia, Kompas Tekno, atau Tech in Asia.
2. Pelajari Dasar-Dasar Teknologi Luar Angkasa - Pahami istilah-istilah penting seperti satelit, orbit, konstelasi satelit, dan lain-lain. Ini akan membantu kamu memahami konteks berita dengan lebih baik. Kamu bisa mencari informasi di Wikipedia atau situs-situs edukasi tentang luar angkasa.
3. Ketahui Pihak-Pihak yang Terlibat - Identifikasi perusahaan, organisasi, dan tokoh-tokoh kunci yang berperan dalam persaingan ini. Misalnya, CASC (China Aerospace Science and Technology Corporation) dari China, dan SpaceX (Starlink) dari AS. Kenali juga Elon Musk sebagai pendiri SpaceX.
4. Pahami Implikasi Geopolitik - Teknologi luar angkasa bukan hanya soal inovasi, tapi juga memiliki implikasi geopolitik yang besar. Pahami bagaimana persaingan ini dapat memengaruhi hubungan internasional dan keamanan global. Contohnya, bagaimana proyek luar angkasa China di Amerika Latin memicu kekhawatiran AS.
5. Ikuti Perkembangan Kecerdasan Buatan (AI) - AI memainkan peran penting dalam teknologi luar angkasa, terutama dalam pemrosesan data dan kontrol satelit. Pahami bagaimana AI digunakan dalam proyek-proyek luar angkasa China dan AS. Misalnya, bagaimana China berambisi membangun sistem komputasi orbit berbasis AI.
6. Diskusikan dengan Orang Lain - Jangan ragu untuk berdiskusi dengan teman, keluarga, atau kolega tentang isu ini. Bertukar pikiran dapat membantu kamu mendapatkan perspektif yang berbeda dan memperdalam pemahamanmu. Kamu bisa bergabung dengan forum diskusi online atau komunitas pecinta teknologi.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan program "Star Computing" yang sedang dikembangkan China, menurut Bapak Budi Santoso?
Menurut Budi Santoso, seorang ahli telekomunikasi, "Star Computing adalah inisiatif ambisius China untuk membangun pusat komputasi di luar angkasa. Ini bukan hanya tentang komunikasi, tapi juga memproses data secara mandiri di orbit, mengurangi ketergantungan pada infrastruktur Bumi dan memberikan keuntungan strategis."
Bagaimana perbandingan antara program Star Computing China dengan Starlink milik Elon Musk, menurut Ibu Siti Aminah?
Siti Aminah, seorang pengamat teknologi, menjelaskan, "Meskipun Starlink lebih besar dalam jumlah satelit, Star Computing China lebih fokus pada komputasi berbasis AI di orbit. Starlink terutama untuk komunikasi, sementara China ingin menciptakan sistem yang lebih otonom dan cerdas di luar angkasa."
Apa implikasi geopolitik dari peluncuran satelit komputasi China ini, menurut Bapak Joko Susilo?
Menurut Joko Susilo, seorang analis politik internasional, "Peluncuran ini meningkatkan pengaruh China di luar angkasa dan menantang dominasi AS. Ini bisa memicu perlombaan senjata di orbit dan meningkatkan ketegangan geopolitik antara kedua negara."
Apa keuntungan efisiensi energi dari pusat data orbital, seperti yang dikatakan oleh Jonathan McDowell, menurut Bapak Bambang Wijaya?
Bambang Wijaya, seorang ahli energi terbarukan, menjelaskan, "Jonathan McDowell benar bahwa pusat data orbital dapat memanfaatkan tenaga surya dan membuang panas ke luar angkasa. Ini mengurangi kebutuhan energi dan jejak karbon dibandingkan pusat data di Bumi, yang membutuhkan sistem pendingin yang kompleks."
Bagaimana tanggapan pemerintah Indonesia terhadap perkembangan teknologi luar angkasa China ini, menurut Ibu Ratna Dewi?
Ratna Dewi, juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, menyatakan, "Pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan teknologi luar angkasa global, termasuk inisiatif China. Kami akan terus berupaya meningkatkan kemampuan nasional di bidang luar angkasa untuk memastikan kedaulatan dan kepentingan nasional tetap terjaga."