Temukan Sinyal Kuat, Jokowi Lirik Kursi Ketua Umum PSI arah partai berubah

Minggu, 18 Mei 2025 oleh journal

Temukan Sinyal Kuat, Jokowi Lirik Kursi Ketua Umum PSI arah partai berubah

Jokowi Melirik Kursi Ketua Umum PSI? Ini Kata Pengamat

Nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba-tiba santer dikaitkan dengan posisi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Setelah ditanya mengenai hal ini, Jokowi tak menampik, bahkan mengaku sedang mempertimbangkan peluangnya jika benar-benar mencalonkan diri.

Seperti yang kita tahu, PSI akan menggelar kongres untuk memilih ketua umum baru pada Juli 2025 mendatang. Apakah Jokowi akan ikut meramaikan bursa pemilihan?

"Iya, masih dalam kalkulasi. Jangan sampai kalau saya mendaftar nanti saya kalah," ujar Jokowi pada Rabu (14/5/2025), menjawab pertanyaan wartawan tentang kemungkinan dirinya menjadi ketua umum PSI.

Jokowi menambahkan bahwa hingga saat ini dirinya belum mendaftar sebagai calon ketua umum. Ia juga mengingatkan bahwa waktu pemilihan masih cukup panjang. "Belum (mendaftar), kan masih panjang. Sampai Juli. Seingat saya, seingat saya masih Juni atau Juli," katanya.

Menariknya, ketika disinggung mengenai kemungkinan bersaing dengan putra bungsunya, Kaesang Pangarep, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PSI, Jokowi justru tampak percaya diri. Ia bahkan berkelakar bahwa jika dirinya mendaftar, kandidat lain mungkin akan mengurungkan niat.

"Ya enggak tahu (bersaing dengan Kaesang jadi Ketum PSI). Kalau saya mendaftar mungkin yang lain enggak mendaftar, mungkin," tuturnya sambil tersenyum.

Namun, Jokowi mengakui bahwa ia belum tahu pasti peluangnya jika benar-benar maju sebagai ketua umum PSI. Pasalnya, pemilihan nanti akan menggunakan sistem one man one vote melalui e-voting, yang melibatkan seluruh anggota partai. "Ya belum tahu, karena ini kan yang saya tahu. Katanya mau memakai evoting, one man one vote, seluruh anggota diberi hak untuk memilih. Yang sulit di situ," jelasnya.

Jokowi juga memuji PSI atas penggunaan sistem pemilihan e-voting yang melibatkan seluruh anggota partai. "Ya bagus, saya kira ini memang apa era digital ini kalau misalnya apa pemilihan ketua dengan e-voting melibatkan seluruh anggota, artinya ada apa kepemilikan terhadap partai itu betul-betul di seluruh anggota. Saya kira bagus," pungkasnya.

Pakar Politik Undip Angkat Bicara

Menanggapi potensi langkah Jokowi ini, Pakar Politik Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini, menilai ada risiko politik yang perlu dipertimbangkan jika Jokowi benar-benar menjabat sebagai Ketum PSI.

"Hubungan historis antara PSI dengan Pak Jokowi kan faktanya ada. PSI ini konon kan memang sejak awal dibuat untuk menopang kekuasaan Pak Jokowi," tutur NHS, sapaan akrabnya, saat dihubungi detikJateng, Jumat (16/5/2025).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip itu menjelaskan bahwa pendiri PSI, termasuk Jeffrie Geovanie, pernah secara terbuka menyatakan bahwa partai tersebut lahir untuk mendukung Jokowi, terutama saat menghadapi oposisi yang kuat di periode pertama pemerintahannya. "Kendati pun awalnya, partai itu hanya untuk menembak kepemimpinan Anies di Gubernur DKI Jakarta, tapi sekarang sudah lebih luas dan hampir masuk Senayan," ujarnya.

Kedekatan personal juga menjadi faktor penting, menurut NHS. Kehadiran Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI saat ini, disebut menjadi salah satu alasan kuat mengapa Jokowi berpotensi mencalonkan diri sebagai ketua umum partai berlambang mawar putih tersebut. Jokowi pun beberapa kali terlihat hadir dalam acara internal partai, bahkan menyebut PSI sebagai partai yang 'paling dekat secara ideologis'.

"Visi dan misinya (PSI) sesuai dengan apa yang dipegang, dimiliki oleh Pak Jokowi. PSI juga kan mungkin karena anaknya ada di situ sehingga pilihannya ke situ," tuturnya.

Namun, NHS juga mengingatkan bahwa langkah yang diambil Jokowi tetap memiliki risiko politik, baik bagi PSI maupun bagi Jokowi sendiri. Ketergantungan PSI pada figur Jokowi bisa menjadi pedang bermata dua yang dapat memengaruhi Pemilu 2029 dan nasib PSI di masa depan. Terlebih, saat ini Jokowi tengah menghadapi berbagai isu, termasuk isu ijazah palsu yang terus mencuat.

"Tampaknya akan sulit, karena captive market pengagum Pak Jokowi kan stuck, jauh lebih berkurang. Jadi partai ini harus bekerja keras untuk tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai Jokowi," tegasnya.

NHS juga berpendapat bahwa kekuatan politik Jokowi saat ini tidak sebesar sebelumnya. Ia melihat adanya tiga arus resistensi terhadap Jokowi: kelompok oposisi aktif, simpatisan kekuasaan yang merasa tidak nyaman dengan potensi 'matahari kembar', dan warga yang menginginkan presiden yang lebih 'diam' setelah lengser.

"Ketiga arus yang netral itu nggak suka dengan cara Jokowi berakrobat secara politik. Misal orang datang ke dia di Solo, dalam faktanya itu janggal dalam tradisi politik Indonesia, seorang mantan presiden berakrobat semacam itu," kata NHS.

"Tiga arus ini nggak suka kalau Jokowi tidak seperti mantan presiden-wakil presiden sebelumnya, yang duduk, tenang, manis," lanjutnya.

Menurut NHS, sah-sah saja jika Jokowi memilih untuk tetap aktif secara politik, karena itu adalah hak warga negara yang dijamin konstitusi. Namun, ia menyarankan agar Jokowi lebih fokus menjadi negarawan yang peduli terhadap isu-isu seperti pendidikan, kesenian, dan lainnya.

"Kalau mau aktif di parpol nggak salah. Tetapi akan jauh lebih strategis misal mengembangkan kebudayaan, pendidikan, memberi cara di yayasan yang dia kelola supaya anak miskin punya kesempatan menerima beasiswa. Itu pilihan yang jauh lebih baik," pungkasnya.

Ingin lebih memahami dinamika politik yang melibatkan tokoh seperti Jokowi? Berikut beberapa tips yang bisa kamu terapkan:

1. Ikuti Berita dari Berbagai Sumber - Jangan hanya terpaku pada satu sumber berita. Baca dari berbagai media, baik mainstream maupun alternatif, untuk mendapatkan sudut pandang yang lebih luas dan komprehensif. Misalnya, bandingkan berita dari Kompas dengan berita dari Tempo untuk melihat perbedaan penekanan dan interpretasi.

Dengan membandingkan berbagai sumber, kamu bisa mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan menghindari bias informasi.

2. Perhatikan Bahasa Tubuh dan Retorika - Politik seringkali disampaikan melalui bahasa tubuh dan retorika. Perhatikan bagaimana seorang tokoh berbicara, gestur yang digunakan, dan kata-kata yang dipilih. Misalnya, perhatikan bagaimana Jokowi menggunakan bahasa yang sederhana dan merakyat saat berbicara di depan publik.

Analisis bahasa tubuh dan retorika dapat membantu kamu memahami pesan yang ingin disampaikan, bahkan yang tersirat sekalipun.

3. Ketahui Latar Belakang Tokoh - Memahami latar belakang seorang tokoh politik, seperti pendidikan, karir, dan afiliasi, dapat membantu kamu memahami motivasi dan kepentingannya. Misalnya, mengetahui bahwa Jokowi pernah menjadi pengusaha mebel dapat membantu kamu memahami fokusnya pada pengembangan UMKM.

Latar belakang tokoh seringkali memengaruhi kebijakan dan pandangan politiknya.

4. Analisis Kepentingan Kelompok - Politik selalu melibatkan berbagai kelompok dengan kepentingan yang berbeda-beda. Coba analisis kepentingan kelompok-kelompok yang terlibat dalam suatu isu politik. Misalnya, dalam isu pemilihan ketua umum PSI, analisis kepentingan Jokowi, Kaesang, dan anggota PSI lainnya.

Dengan memahami kepentingan kelompok, kamu bisa memprediksi arah kebijakan dan aliansi politik.

5. Jangan Terjebak dalam Polarisasi - Hindari terjebak dalam polarisasi politik yang memecah belah masyarakat. Cobalah untuk memahami sudut pandang yang berbeda dan mencari titik temu. Misalnya, jangan langsung menolak pandangan yang berbeda denganmu, tetapi cobalah untuk mendengarkan dan memahami alasannya.

Polarisasi dapat menghalangi kamu untuk melihat isu politik secara objektif.

6. Ikut Serta dalam Diskusi yang Sehat - Jangan ragu untuk ikut serta dalam diskusi politik, tetapi pastikan diskusi tersebut dilakukan secara sehat dan konstruktif. Hindari menggunakan bahasa yang kasar atau menyerang pribadi. Misalnya, ikut serta dalam forum diskusi online atau acara diskusi publik.

Diskusi yang sehat dapat membantu kamu memperluas wawasan dan mempertajam analisis politikmu.

Apakah benar Jokowi berencana mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSI, menurut pendapat Bambang?

Menurut pengamat politik Rocky Gerung, "Kemungkinan Jokowi mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSI sangat terbuka. Ini menunjukkan bahwa Jokowi masih ingin memegang kendali atas arah politik Indonesia, meskipun sudah tidak menjabat sebagai presiden."

Apa saja risiko politik jika Jokowi menjadi Ketua Umum PSI, menurut pandangan Siti?

Menurut Nur Hidayat Sardini, Pakar Politik Undip, "Ketergantungan PSI pada figur Jokowi bisa menjadi pedang bermata dua. Ini bisa berdampak positif dalam jangka pendek, tetapi berpotensi menghambat perkembangan PSI sebagai partai yang mandiri dan memiliki identitas yang kuat di masa depan."

Bagaimana sistem pemilihan Ketua Umum PSI dengan e-voting akan memengaruhi hasilnya, menurut pendapat Agus?

Menurut Titi Anggraini, pengamat pemilu dari Perludem, "Sistem e-voting dapat meningkatkan partisipasi anggota PSI dalam pemilihan ketua umum. Namun, perlu dipastikan bahwa sistem ini aman, transparan, dan akuntabel untuk mencegah kecurangan dan memastikan hasil yang valid."

Apakah mungkin Jokowi dan Kaesang bersaing dalam pemilihan Ketua Umum PSI, menurut analisa Rina?

Menurut Hanta Yuda AR, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, "Meskipun ada kemungkinan Jokowi dan Kaesang bersaing, saya rasa ada pembicaraan internal untuk menghindari konflik kepentingan. Mungkin salah satu akan mengalah demi keutuhan dan soliditas partai."

Bagaimana sebaiknya Jokowi berperan setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden, menurut saran Anton?

Menurut Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), "Jokowi sebaiknya mengambil peran sebagai negarawan yang fokus pada isu-isu strategis seperti pendidikan, kebudayaan, dan pembangunan berkelanjutan. Ini akan memberikan dampak yang lebih positif dan berkelanjutan bagi bangsa dan negara."

Apa dampak kehadiran Kaesang sebagai Ketua Umum PSI terhadap citra partai, menurut pandangan Dewi?

Menurut Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, "Kehadiran Kaesang memberikan energi baru dan daya tarik bagi pemilih muda. Namun, PSI juga perlu berhati-hati agar tidak dianggap sebagai partai dinasti dan tetap menjaga independensi serta kredibilitasnya."