Inilah Investor Tinggalkan Dolar AS, Buruan Beralih ke Mata Uang Ini sebelum terlambat

Senin, 12 Mei 2025 oleh journal

Inilah Investor Tinggalkan Dolar AS, Buruan Beralih ke Mata Uang Ini sebelum terlambat

Investor Tinggalkan Dolar AS: Mata Uang Apa yang Jadi Incaran Baru?

Petugas menunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta, Selasa (8/4/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada pergeseran menarik di dunia investasi global. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa dolar AS kini mulai kehilangan daya tariknya sebagai aset safe haven, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat.

Lantas, mata uang apa yang kini jadi incaran para investor? Kondisi ini dipicu oleh tekanan ekonomi yang berasal dari perang dagang, yang dimulai oleh kebijakan-kebijakan Presiden AS saat itu, Donald Trump. Banyak pihak berusaha mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS karena faktor ini.

Menurut Sri Mulyani, saat ini yen Jepang dan euro Eropa menjadi primadona baru di kalangan investor. Data menunjukkan bahwa nilai tukar yen telah menguat signifikan terhadap dolar AS, mencapai 9,3% hingga 28 April 2025. Euro juga mencatatkan penguatan yang tak kalah impresif, yaitu sebesar 9,1%.

Bagaimana dengan rupiah? Sayangnya, nilai tukar rupiah mengalami kontraksi sebesar 4,5%. Dolar AS sendiri juga mengalami penurunan nilai sebesar 8,5%. Sementara itu, mata uang China masih mampu mencatatkan penguatan tipis sebesar 0,1% year-to-date.

"Safe haven, saat ini adalah euro dan Jepang. Jadi dalam hal ini kita perlu melihat dan menjaga, ini tidak immune, namun kita tetap berkomunikasi," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN di Jakarta.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa tekanan pada dolar AS disebabkan oleh sumber ketidakpastian pasar keuangan yang berasal dari Amerika Serikat. Selain perang dagang yang dipicu oleh tarif yang tinggi, ketidakpastian juga diciptakan oleh perselisihan antara Presiden Trump dengan Gubernur Bank Sentral AS (The Fed), Jerome Powell.

"Pak Powell itu diberi nama sama Pak Trump sebagai Mr. Too Late, karena dia (Trump) ingin turun suku bunganya supaya ekonominya naik terus," jelas Sri Mulyani.

Ketegangan antara eksekutif dan bank sentral di AS berdampak pada berbagai aspek, mulai dari suku bunga, imbal hasil SBN, hingga nilai dolar secara keseluruhan.

Dolar AS mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan selama masa kepresidenan Donald Trump. Indeks dolar AS merosot tajam sejak awal masa jabatan Trump, bahkan menuju kinerja terburuk dalam 100 hari pertama kepresidenannya.

Data dari Refinitiv menunjukkan bahwa indeks dolar telah turun sekitar 9% sejak Trump dilantik pada 20 Januari 2025 hingga 25 April 2025. Penurunan ini merupakan yang terbesar sejak setidaknya tahun 1973.

Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump mendorong investor untuk mengalihkan dana ke aset di luar Amerika Serikat, sehingga melemahkan dolar dan mendorong kenaikan mata uang lain serta harga emas. Euro, franc Swiss, dan yen masing-masing telah menguat lebih dari 8% terhadap dolar sejak Trump kembali menjabat.

Hai, Sobat Investor! Di tengah dinamika pasar keuangan yang terus berubah, penting bagi kita untuk selalu adaptif dan cerdas dalam mengelola investasi. Berikut beberapa tips yang bisa kamu terapkan:

1. Diversifikasi Portofolio - Jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang! Sebar investasi kamu ke berbagai jenis aset, seperti saham, obligasi, reksa dana, atau bahkan mata uang asing. Diversifikasi membantu mengurangi risiko kerugian jika salah satu aset mengalami penurunan.

Contoh: Alokasikan dana kamu ke saham perusahaan teknologi, obligasi pemerintah, dan reksa dana pasar uang.

2. Pantau Kondisi Ekonomi Global - Selalu update dengan berita dan perkembangan ekonomi dunia. Perhatikan faktor-faktor seperti inflasi, suku bunga, kebijakan pemerintah, dan peristiwa geopolitik. Informasi ini akan membantu kamu membuat keputusan investasi yang lebih tepat.

Contoh: Ikuti berita ekonomi dari sumber-sumber terpercaya seperti CNBC Indonesia, Bloomberg, atau Reuters.

3. Pertimbangkan Aset Safe Haven - Di masa ketidakpastian, aset safe haven seperti emas, yen Jepang, atau franc Swiss bisa menjadi pilihan yang menarik. Aset-aset ini cenderung mempertahankan nilainya atau bahkan meningkat saat pasar bergejolak.

Contoh: Alokasikan sebagian kecil dana kamu ke emas atau yen Jepang sebagai perlindungan nilai.

4. Evaluasi Ulang Secara Berkala - Lakukan evaluasi rutin terhadap portofolio investasi kamu. Tinjau kinerja masing-masing aset dan sesuaikan alokasi jika diperlukan. Pastikan portofolio kamu tetap sesuai dengan tujuan investasi dan toleransi risiko kamu.

Contoh: Lakukan evaluasi portofolio setiap kuartal atau setiap enam bulan.

5. Investasi Jangka Panjang - Hindari panik saat pasar bergejolak. Ingatlah bahwa investasi adalah komitmen jangka panjang. Jangan terburu-buru menjual aset saat harga turun, karena pasar cenderung pulih seiring waktu.

Contoh: Fokus pada tujuan investasi jangka panjang kamu, seperti dana pensiun atau pendidikan anak.

6. Konsultasi dengan Ahli Keuangan - Jika kamu merasa kesulitan dalam mengelola investasi, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli keuangan. Mereka dapat memberikan saran dan panduan yang sesuai dengan situasi keuangan kamu.

Contoh: Cari penasihat keuangan yang memiliki sertifikasi dan pengalaman yang terpercaya.

Mengapa Dolar AS Kehilangan Daya Tariknya, menurut pendapat Budi Santoso?

Menurut Budi Santoso, seorang analis ekonomi independen, dolar AS kehilangan daya tariknya karena kombinasi beberapa faktor. Pertama, kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya menciptakan ketidakpastian di pasar global. Kedua, ketegangan antara pemerintah dan bank sentral AS mengurangi kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi AS. Terakhir, munculnya alternatif investasi yang lebih menarik, seperti yen Jepang dan euro Eropa, mendorong investor untuk melakukan diversifikasi portofolio mereka.

Bagaimana Dampaknya Bagi Indonesia, menurut pandangan Ibu Ani Lestari, seorang pedagang valuta asing?

Ibu Ani Lestari, seorang pedagang valuta asing berpengalaman, berpendapat bahwa melemahnya dolar AS bisa memiliki dampak positif dan negatif bagi Indonesia. Di satu sisi, hal ini bisa meningkatkan daya saing ekspor Indonesia karena produk-produk Indonesia menjadi lebih murah bagi pembeli asing. Di sisi lain, impor barang-barang dari AS menjadi lebih mahal, yang bisa memicu inflasi. Selain itu, investor asing mungkin akan mengalihkan dana mereka dari Indonesia ke negara-negara dengan mata uang yang lebih stabil, yang bisa menekan nilai tukar rupiah.

Apa yang Sebaiknya Dilakukan Investor Indonesia, menurut saran Bapak Joko Susilo, seorang perencana keuangan?

Bapak Joko Susilo, seorang perencana keuangan ternama, menyarankan agar investor Indonesia tetap tenang dan tidak panik. Diversifikasi portofolio adalah kunci untuk mengurangi risiko. Pertimbangkan untuk mengalokasikan sebagian dana ke aset-aset yang lebih stabil, seperti obligasi pemerintah atau reksa dana pendapatan tetap. Selain itu, penting untuk memiliki tujuan investasi yang jelas dan berinvestasi untuk jangka panjang.

Apakah Rupiah Akan Terus Melemah, menurut proyeksi Ibu Maria Wijaya, seorang ekonom makro?

Ibu Maria Wijaya, seorang ekonom makro terkemuka, memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah akan tetap rentan terhadap fluktuasi dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, nilai tukar rupiah akan ditentukan oleh fundamental ekonomi Indonesia, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan neraca pembayaran. Pemerintah dan Bank Indonesia perlu terus menjaga stabilitas ekonomi makro dan meningkatkan daya saing Indonesia agar rupiah tetap stabil dan kuat.

Bagaimana Pemerintah Seharusnya Bersikap, menurut opini Bapak Herman Setiawan, seorang pengamat kebijakan publik?

Menurut Bapak Herman Setiawan, seorang pengamat kebijakan publik, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah proaktif untuk menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan kepercayaan investor. Hal ini termasuk menjaga disiplin fiskal, meningkatkan investasi infrastruktur, dan memperbaiki iklim investasi. Selain itu, pemerintah perlu menjalin komunikasi yang baik dengan bank sentral dan pelaku pasar agar tercipta stabilitas dan kepastian.