Semangat Kartini dan Literasi Kesehatan Perempuan Indonesia Kini, Tantangan dan Harapan di Era Digital

Rabu, 23 April 2025 oleh raisa

Semangat Kartini dan Literasi Kesehatan Perempuan Indonesia Kini, Tantangan dan Harapan di Era Digital

Semangat Kartini dan Literasi Kesehatan Perempuan Indonesia Masa Kini

R.A. Kartini, pahlawan emansipasi wanita Indonesia, dikenang hingga lebih dari seabad setelah kepergiannya. Ironisnya, di balik perjuangannya yang gigih, Kartini wafat empat hari setelah melahirkan anak pertamanya akibat komplikasi nifas. Fakta ini menjadi cerminan getirnya perjuangan kesehatan perempuan Indonesia, sebuah perjuangan yang masih relevan hingga kini.

Kondisi Kartini mencerminkan masalah kesehatan ibu yang telah mengakar di Indonesia, jauh sebelum kemerdekaan. Emansipasi yang diperjuangkannya belum sepenuhnya menyentuh aspek paling dasar, yaitu kesehatan perempuan itu sendiri. Meskipun Kartini tak pernah menuliskan "literasi kesehatan" atau "gizi ibu-anak", semangatnya untuk mendidik dan memberdayakan perempuan merupakan inti dari literasi kesehatan perempuan masa kini. Di abad ke-21, ketidaktahuan masih menjadi ancaman serius, khususnya bagi perempuan. Anemia yang tak disadari, kehamilan yang tak direncanakan, dan anak-anak yang gagal tumbuh akibat kurangnya pengetahuan sang ibu, adalah contoh nyata betapa bahayanya kurangnya informasi.

Di berbagai pelosok negeri, masih banyak ibu hamil yang kekurangan nutrisi, mengalami kurang gizi kronis, atau menghadapi pre-eklamsia yang mengancam jiwa. Kondisi ini berdampak pada kesehatan bayi yang dilahirkan. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2023 mencatat 21,5% anak Indonesia mengalami stunting, sebagian besar karena kualitas kehamilan yang buruk dan status gizi ibu yang kurang baik. Riskesdas 2018 juga menunjukkan tingginya angka anemia pada remaja putri (48,9%) dan ibu hamil (37,1%), meningkatkan risiko kematian saat persalinan dan bayi berat badan lahir rendah.

Akar masalah ini bukan hanya kemiskinan ekonomi, tetapi juga kemiskinan informasi. Banyak perempuan belum mampu membedakan mitos dan fakta seputar kesehatan reproduksi dan kehamilan. Di era digital, pengetahuan kesehatan masih menjadi privilese. Literasi gizi dan kesehatan reproduksi di desa-desa seringkali masih berlandaskan mitos, bukan edukasi berbasis sains.

Studi UNICEF Indonesia (2021) menunjukkan hanya 53% ibu memiliki pemahaman cukup tentang pemberian makan bayi dan anak (PMBA). Penelitian Pusat Kajian Gizi FKUI (2022) juga menyoroti program edukasi gizi dan kesehatan keluarga yang umumnya jangka pendek dan jarang melibatkan laki-laki. Pertanyaannya, untuk siapa literasi ini ditujukan? Jika ibu yang buta huruf diabaikan dan keluarga hanya diberi brosur tanpa dialog, siapa yang sebenarnya kita bantu?

Kartini memperjuangkan perempuan sebagai subjek, bukan objek. Literasi kesehatan pun harus menempatkan perempuan sebagai subjek yang memahami tubuhnya, merencanakan kehamilan, dan berdaya dalam pengambilan keputusan. Emansipasi terjadi saat ibu hamil rutin minum tablet tambah darah, keluarga memahami menyusui sebagai tanggung jawab bersama, dan anak perempuan diajarkan tentang menstruasi sebagai proses biologis yang normal.

Literasi kesehatan ibu dan keluarga harus diintegrasikan ke dalam kurikulum, program Posyandu, pengajian, dan media sosial. Kita tak bisa lagi mengandalkan pengorbanan ibu tanpa memberinya pemahaman dan ruang untuk berkeputusan. Andai Kartini masih hidup, mungkin ia akan menulis surat kepada para pemangku kepentingan, menuntut agar kesehatan perempuan didasari pengetahuan, bukan adat yang bertentangan dengan ilmu kesehatan. Semangat Kartini harus kita teruskan dengan membaca, bertanya, dan belajar.

Berikut beberapa tips praktis untuk meningkatkan literasi kesehatan perempuan:

1. Manfaatkan Posyandu - Posyandu adalah sumber informasi kesehatan yang terpercaya dan mudah diakses. Datanglah secara rutin untuk mendapatkan informasi dan layanan kesehatan, termasuk imunisasi dan pemantauan gizi.

2. Bergabung dengan Komunitas - Bergabunglah dengan komunitas ibu-ibu atau komunitas kesehatan untuk bertukar informasi dan pengalaman. Misalnya, bergabung dengan grup WhatsApp atau Facebook yang membahas kesehatan ibu dan anak.

3. Gunakan Sumber Informasi Terpercaya - Jangan mudah percaya mitos. Cari informasi dari sumber terpercaya seperti situs web Kementerian Kesehatan, WHO, atau UNICEF.

4. Konsultasi dengan Tenaga Kesehatan - Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter, bidan, atau tenaga kesehatan lainnya jika ada pertanyaan atau keluhan seputar kesehatan.

5. Libatkan Suami dan Keluarga - Ajak suami dan keluarga untuk belajar bersama tentang kesehatan reproduksi, kehamilan, dan pengasuhan anak. Dukungan keluarga sangat penting dalam mewujudkan kesehatan perempuan.

6. Manfaatkan Teknologi - Gunakan aplikasi kesehatan atau platform online untuk memantau kesehatan, mendapatkan informasi, dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

Bagaimana cara membedakan mitos dan fakta seputar kesehatan reproduksi, Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan)?

Penting untuk selalu merujuk pada sumber informasi yang kredibel seperti dokter, bidan, atau situs resmi Kementerian Kesehatan. Hindari informasi dari sumber yang tidak jelas dan biasakan untuk melakukan cross-check informasi.

Apa pentingnya literasi kesehatan bagi perempuan, Pak Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan)?

Literasi kesehatan memberdayakan perempuan untuk membuat keputusan terbaik bagi kesehatan diri dan keluarganya. Ini krusial untuk memutus rantai kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Bagaimana cara meningkatkan akses informasi kesehatan di daerah terpencil, Ibu Tri Rismaharini (Menteri Sosial)?

Penting untuk memperkuat peran kader posyandu dan tenaga kesehatan di daerah terpencil, serta memanfaatkan teknologi untuk menjembatani kesenjangan informasi.

Apa peran suami dalam mendukung literasi kesehatan istri, Pak Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah)?

Suami berperan penting dalam mendampingi istri, mencari informasi bersama, dan menciptakan lingkungan yang mendukung penerapan perilaku hidup sehat. Kesehatan istri adalah kesehatan keluarga.